Senin, 25 Juni 2012

Lompat Batu di Bukit Matahari

Tradisi lompat batu (fahombo) telah ada di Nias sejak ratusan tahun yang lalu, dan terus dipertahankan hingga saat ini.

Salah satu desa yang masih mempunyai tradisi lompat batu adalah Desa Bawomataluo. Seorang anak yang menjadi guide saya menjelaskan arti nama desa tersebut, yaitu bukit matahari. Memang, desa ini terletak di atas bukit setinggi kurang lebih 270an meter dan jalan yang membelah desa ini segaris dengan perjalanan matahari, dari timur ke barat.

Rumah-rumah di desa ‘Bukit Matahari’ masih berbentuk tradisional. Walaupun beberapa diantaranya sudah ‘terintervensi’ atap seng. Rumah-rumah tersebut berjejer teratur dengan bentuk yang hampir sama.


Di tengah desa, di depan rumah Raja, berdiri batu hampir setinggi dua meter lebih dengan lebar sekitar setengah meter. Nah, di batu inilah para pemuda desa unjuk kebolehan melompatinya.

Dahulu kala, tradisi lompat batu dimaksudkan untuk melatih fisik para pemuda desa sebelum berperang. Latihan fisik tersebut berguna agar dapat melintasi benteng batu yang mengelilingi desa lawan.

Bagi seorang pemuda, kemampuan lompat batu adalah kebanggaan tersendiri. Selain karena harus latihan terus menerus sejak kecil, kemampuan lompat batu juga dimaknai bahwa sang pemuda sudah matang dan dapat membela kampungnya.

Desa Bawomataluo terletak sekitar 15 kilometer dari Teluk Dalam, ibu kota Kabupaten Nias Selatan. Teluk Dalam sendiri berjarak sekitar 120 km dari kota Gunung Sitoli, dimana terdapat Bandar Udara Binaka. Waktu tempuh antara Gunung Sitoli dengan Teluk Dalam sekitar 2 – 3 jam.

Gunung Sitoli dapat dicapai melalui udara menggunakan Wings Air atau Merpati. Jarak tempuh dari Polonia Medan sekitar 50 menitan.