Sebenarnya fenomena ini tidak hanya berlaku dalam dunia medis, tapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Ambil contoh gejala penumpang KRL Jabodetabek yang suka nangkring di atas gerbong. Perilaku ini sudah banyak menimbulkan korban jiwa, baik karena terjatuh ataupun karena tersengat listrik tegangan tinggi. Walaupun demikian, para penumpang nekat tak juga kapok.
Berbagai cara dilakukan untuk mengatasinya, mulai dengan mengusir dengan tongkat rotan, menyemprot dengan cat, bahkan ada ide untuk memasang palang kayu. Tapi hampir semuanya tidak berhasil. Apa pasal? Karena tujuan pengobatan hanya untuk mengatasi gejala ‘nangkring di atas atap’.
Baru setelah naik Direktur KAI yang baru yang belakangan menjadi Menteri Perhubungan, pengobatan diarahkan juga ke penyebab penumpang nangkring di atas gerbong. Beberapa yang bisa saya amati adalah:
- Menghapus sistem kelas ekonomi dan kelas express. Semua KRL harus singgah di setiap stasiun. Dulu, kelas eksekutif hanya singgah di stasiun tertentu dan memaksa KRL kelas ekonomi untuk ngetem di stasiun antara untuk memberikan jalan ke KRL kelas express lewat.
- Pedagang kaki lima dilarang berjualan di dalam stasiun.
- Hanya orang yang memiliki karcis / kartu yang boleh masuk stasiun.
- Membuat sistem tiket elektronik.
- Tidak ada lagi KRL yang tidak berpintu dan tidak ber AC.
- Mengatur rute dan jadwal sehingga keberangkatan kereta menjadi lebih sering.
Bagaimana dengan hasilnya? Bisa kita lihat sekarang, tak ada lagi penumpang di atap gerbong dan perjalanan dengan KRL sudah lebih nyaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar