Kamis, 17 Oktober 2019

Istiqamah Bajakah

Fenomena boomingnya mirip akik. Setelah mendapat sorotan luar biasa, lalu perlahan mereda. Dan kembali ke titik normal.

Awalnya, raihan medali emas siswa SMA di Palangkaraya pada ajang kompetisi internasional di Korea. Lalu liputan masif media mainstream. Kemudian bertengger menjadi trending topic nasional.

Efeknya luar biasa. Orang beramai-ramai mencari bajakah, nun jauh di dalam hutan kalimantan. Lalu menjemurnya, memotongnya sepanjang sekitar sehasta, dan menjajakannya di pinggir jalan. Yang agak canggihan, di lapak onlen. Harganya, cukup fantastis.

Tapi masalahnya, entah bajakah jenis mana yang mereka jual. Secara bajakah itu mungkin ribuan jenisnya, warnanya, dan dampaknya. Konon ada yang beracun.

Bajakah 'asli' beserta lokasinya, tetap menjadi rahasia salah seorang anak pemenang itu. Yang pengetahuan tentangnya adalah paten keluarganya, turun temurun.

Bajakah asli sudah terbukti di laboratorium. Mampu menghabisi sel kanker pada tikus yang sengaja dibikin sakit. Tapi senyawa yang menjadi amunisi pembunuh kanker belum diketahui pasti, pun namanya, pun cara kerjanya, apalagi struktur kimianya.

Di dunia nyata, menurut penuturan, akar ini mampu menyembuhkan kanker payudara seorang keluarga mereka.

Itu kabar baiknya. Tapi perjalanan masih panjang.

Ada banyak tipe kanker, dengan perilaku yang beragam pula. Ada kanker mulut rahim yang pernah membunuh seorang artis, kanker paru-paru yang pernah membunuh seorang menteri, kanker prostat yang pernah membunuh seorang raja. Dan kanker-kanker lainnya. Apakah bajakah 'asli' efektif terhadap semua kanker ganas tersebut?

Kalaupun mau dikembangkan menjadi obat modern, butuh waktu panjang. Pertama identifikasi dan isolasi senyawa kunci, dari mungkin ribuan senyawa yang ada di bajakah. Lalu mengetesnya di mencit, mengetesnya di manusia sehat, mengetesnya di penderita kanker, dan seterusnya. Kegagalan bisa terjadi pada tahap manapun juga. Dan kalau pun berhasil bisa jadi butuh waktu 10 tahunan.

Biaya? Lumayan banyak. Mengharapkan pemerintah mungkin agak sulit, mengharapkan swasta dalam negeri, mungkin mereka berpikir ribuan kali.

Khawatirnya, ini diriset lembaga luar, yang modalnya kuat. Lalu setelah berhasil, dijualnya ke kita.

Jadi, apa yang harus kita lakukan?

Salah satu harapan, peneliti di universitas kita. Semoga mereka istiqamah dengan riset bajakahnya.

Tetapi, riset yang tak pernah padam tetap butuh bahan bakar.

1 komentar: