Sebelum bercerita hari H, saya ingin memaparkan sedikit mengenai persiapan.
Terus terang, wawancara menjadi momok dan membuat deg2an jantung. Agar sedikit tenang, saya berselancar menelusuri pengalaman wawancara awardee terdahulu, baik di blog maupun di yutub. Dari situ muncul gambaran kira-kira apa yang akan ditanyakan dan bagaimana situasi di ruang wawancara. Walaupun samar.
Sambil selancar, pelan-pelan saya mendaftar pertanyaan dari artikel yang terserak, dan menjawabnya sesuai dengan kondisi.
Tapi saya rasa, itu tak cukup, perlu uji nyali.
Untunglah ada teman memberitahu perihal aplikasi ini, discord. Yang sejatinya adalah aplikasi diskusi para gamer. Di discord kita bersimulasi, ada yang bertindak sebagai seolah-olah pewawancara, dan sebagai seolah-olah yang diwawancara. Lalu bertukar peran.
Pertama kali simulasi, sangat terasa kekurangan diri. Bahkan ada teman yang nyeletuk, saya orangnya terlalu polos.
Dan rutinitas discord dijalani hampir tiap malam, tiap jam 21 WITA.
Karena tinggal jauh dari Banjarmasin, 6 jam perjalanan, maka saya datang sehari sebelumnya. Mesti menginap. Syukurlah, akhirnya dapat RedDoorz yang dekat dengan KPPN Banjarmasin. Agar lebih tenang, sore H-1 saya cek lokasi. Sempat nyasar ke BPK wilayah, yang memang berdekatan.
Di hari H, saya datang lebih pagi, sejam dari jadwal di undangan. Begitu masuk, kita diminta presensi dengan barcode dari akun masing-masing. Pasca itu, dipanggil berurutan untuk verifikasi. Usahakan semua berkas dibawa, sesuai dengan ceklis. Ketinggalan satu, bisa membuyarkan ketenangan yang sudah mulai membalut jiwa. Dan ini benar-benar terjadi pada salah seorang teman. Dia lupa ngeprin detail datanya.
Jika berkas lolos, tinggal nunggu dipanggil. Untuk 2019, format wawancaranya agak beda. Pertama, tidak ada lagi LGD. Kedua, wawancara terbagi dua, wawancara 1 dan wawancara 2.
Pewawancara di W1 terdiri dari 3 orang, yaitu akademisi, psikolog, dan pihak LPDP, sedangkan di W2 cuma satu, tampaknya dari unsur pertahanan. Pastinya ga tau, karena saya ga nanyain latar belakang Bapaknya waktu itu.
Yang ditanyakan macam-macam, tapi intinya pewawancara ingin tahu seberapa serius kita mempersiapkan penelitian, seberapa membumi dan bermanfaat penelitian kita, seberapa tahu kita dengan negara atau universitas yang dituju, seberapa sanggup kita bertahan di negeri orang, seberapa cerdik kita sehingga kuliah bisa lulus ga pake telat, seberapa setia kita sehingga ga kecantol gadis atau pemuda asing sehingga lupa tanah leluhur, dan seberapa kuat rasa kebangsaan kita. Sebenarnya masih banyak seberapa lainnya .... tapi saya ga ingat lagi :) Mohon dimaafkeun.
Waktu itu, verifikasi berkas, wawancara 1 dan 2 diselesaikan dalam sehari. Konon di daerah lain, seperti Jakarta, ada yang selesai 2 hari.
Ga sampai sebulan, dengan penuh harap, saya membuka akun dan Alhamdulillah muncul tulisan, Selamat Anda Lulus Tes Substansi. Dan serta merta menyentuhkan kening ke keramik mesjid, sembari mengucapkan syukur.
Oh ya, hampir lupa, selama wawancara usahakan tetap hambel, jangan arogan, merasa puuiintar, kelewat ngeyel, atau suka ga sabaran lantas memotong pembicaraan pewawancara. Ini bisa jadi blunder yang akan tersesali.
Kisah di atas adalah sisi usaha, sisi doanya jangan dilupakan. Shalat malam, rajin sedekah, atau kalau perlu bernazar sesuatu.
Karena ...
Seberapa bagus pun persiapan, jika Allah ga mengijinkan, kita ga akan bisa lolos.
Rabu, 30 Oktober 2019
Kamis, 17 Oktober 2019
Istiqamah Bajakah
Fenomena boomingnya mirip akik. Setelah mendapat sorotan luar biasa, lalu perlahan mereda. Dan kembali ke titik normal.
Awalnya, raihan medali emas siswa SMA di Palangkaraya pada ajang kompetisi internasional di Korea. Lalu liputan masif media mainstream. Kemudian bertengger menjadi trending topic nasional.
Efeknya luar biasa. Orang beramai-ramai mencari bajakah, nun jauh di dalam hutan kalimantan. Lalu menjemurnya, memotongnya sepanjang sekitar sehasta, dan menjajakannya di pinggir jalan. Yang agak canggihan, di lapak onlen. Harganya, cukup fantastis.
Tapi masalahnya, entah bajakah jenis mana yang mereka jual. Secara bajakah itu mungkin ribuan jenisnya, warnanya, dan dampaknya. Konon ada yang beracun.
Bajakah 'asli' beserta lokasinya, tetap menjadi rahasia salah seorang anak pemenang itu. Yang pengetahuan tentangnya adalah paten keluarganya, turun temurun.
Bajakah asli sudah terbukti di laboratorium. Mampu menghabisi sel kanker pada tikus yang sengaja dibikin sakit. Tapi senyawa yang menjadi amunisi pembunuh kanker belum diketahui pasti, pun namanya, pun cara kerjanya, apalagi struktur kimianya.
Di dunia nyata, menurut penuturan, akar ini mampu menyembuhkan kanker payudara seorang keluarga mereka.
Itu kabar baiknya. Tapi perjalanan masih panjang.
Ada banyak tipe kanker, dengan perilaku yang beragam pula. Ada kanker mulut rahim yang pernah membunuh seorang artis, kanker paru-paru yang pernah membunuh seorang menteri, kanker prostat yang pernah membunuh seorang raja. Dan kanker-kanker lainnya. Apakah bajakah 'asli' efektif terhadap semua kanker ganas tersebut?
Kalaupun mau dikembangkan menjadi obat modern, butuh waktu panjang. Pertama identifikasi dan isolasi senyawa kunci, dari mungkin ribuan senyawa yang ada di bajakah. Lalu mengetesnya di mencit, mengetesnya di manusia sehat, mengetesnya di penderita kanker, dan seterusnya. Kegagalan bisa terjadi pada tahap manapun juga. Dan kalau pun berhasil bisa jadi butuh waktu 10 tahunan.
Biaya? Lumayan banyak. Mengharapkan pemerintah mungkin agak sulit, mengharapkan swasta dalam negeri, mungkin mereka berpikir ribuan kali.
Khawatirnya, ini diriset lembaga luar, yang modalnya kuat. Lalu setelah berhasil, dijualnya ke kita.
Jadi, apa yang harus kita lakukan?
Salah satu harapan, peneliti di universitas kita. Semoga mereka istiqamah dengan riset bajakahnya.
Tetapi, riset yang tak pernah padam tetap butuh bahan bakar.
Awalnya, raihan medali emas siswa SMA di Palangkaraya pada ajang kompetisi internasional di Korea. Lalu liputan masif media mainstream. Kemudian bertengger menjadi trending topic nasional.
Efeknya luar biasa. Orang beramai-ramai mencari bajakah, nun jauh di dalam hutan kalimantan. Lalu menjemurnya, memotongnya sepanjang sekitar sehasta, dan menjajakannya di pinggir jalan. Yang agak canggihan, di lapak onlen. Harganya, cukup fantastis.
Tapi masalahnya, entah bajakah jenis mana yang mereka jual. Secara bajakah itu mungkin ribuan jenisnya, warnanya, dan dampaknya. Konon ada yang beracun.
Bajakah 'asli' beserta lokasinya, tetap menjadi rahasia salah seorang anak pemenang itu. Yang pengetahuan tentangnya adalah paten keluarganya, turun temurun.
Bajakah asli sudah terbukti di laboratorium. Mampu menghabisi sel kanker pada tikus yang sengaja dibikin sakit. Tapi senyawa yang menjadi amunisi pembunuh kanker belum diketahui pasti, pun namanya, pun cara kerjanya, apalagi struktur kimianya.
Di dunia nyata, menurut penuturan, akar ini mampu menyembuhkan kanker payudara seorang keluarga mereka.
Itu kabar baiknya. Tapi perjalanan masih panjang.
Ada banyak tipe kanker, dengan perilaku yang beragam pula. Ada kanker mulut rahim yang pernah membunuh seorang artis, kanker paru-paru yang pernah membunuh seorang menteri, kanker prostat yang pernah membunuh seorang raja. Dan kanker-kanker lainnya. Apakah bajakah 'asli' efektif terhadap semua kanker ganas tersebut?
Kalaupun mau dikembangkan menjadi obat modern, butuh waktu panjang. Pertama identifikasi dan isolasi senyawa kunci, dari mungkin ribuan senyawa yang ada di bajakah. Lalu mengetesnya di mencit, mengetesnya di manusia sehat, mengetesnya di penderita kanker, dan seterusnya. Kegagalan bisa terjadi pada tahap manapun juga. Dan kalau pun berhasil bisa jadi butuh waktu 10 tahunan.
Biaya? Lumayan banyak. Mengharapkan pemerintah mungkin agak sulit, mengharapkan swasta dalam negeri, mungkin mereka berpikir ribuan kali.
Khawatirnya, ini diriset lembaga luar, yang modalnya kuat. Lalu setelah berhasil, dijualnya ke kita.
Jadi, apa yang harus kita lakukan?
Salah satu harapan, peneliti di universitas kita. Semoga mereka istiqamah dengan riset bajakahnya.
Tetapi, riset yang tak pernah padam tetap butuh bahan bakar.
Rabu, 02 Oktober 2019
Ngeblog Iklan
Ada yang menarik dengan fenomena blog belakangan ini. Fenomena yang ga ditemukan saat populernya blog kali pertama sekitaran 15 tahun silam.
Apa itu?
Ngeblog Iklan: ngeblog artikel yang intinya adalah iklan suatu produk, barang atau jasa. Biasanya dikemas berupa cerita dari penulisnya. Senyawa dengan endorse produk di dunia peryutuban.
Apakah ini salah?
Saya rasa tidak. Apapun konten blog tergantung sepenuhnya dengan yang punya blog. Mau diisi apa saja, terserah, termasuk artikel terkait produk komersil.
Walaupun tak masalah, agak ga nyaman juga jika blogwalking menemukan 3 dari 5 blog isinya adalah iklan produk.
Kalau menurut Anda bagaimana?
Apa itu?
Ngeblog Iklan: ngeblog artikel yang intinya adalah iklan suatu produk, barang atau jasa. Biasanya dikemas berupa cerita dari penulisnya. Senyawa dengan endorse produk di dunia peryutuban.
Apakah ini salah?
Saya rasa tidak. Apapun konten blog tergantung sepenuhnya dengan yang punya blog. Mau diisi apa saja, terserah, termasuk artikel terkait produk komersil.
Walaupun tak masalah, agak ga nyaman juga jika blogwalking menemukan 3 dari 5 blog isinya adalah iklan produk.
Kalau menurut Anda bagaimana?
Efek Merokok di Kamar Hotel
Saat cekin, resepsionis seringkali mengingatkan bahwa kamar yang saya tempati kategori non smoking, dilarang merokok. Kadang-kadang plus wanti-wanti denda sekian juta.
Saya yang aslinya bukan perokok, tentu tak masalah.
Tapi tetap saja hati bertanya-tanya, mengapa demikian dahsyatnya denda sebatang rokok?
Usut punya usut, ternyata bau asap rokok di ruang ber AC kategori non smoking bisa kerasan. Akibatnya, tamu berikutnya bisa komplen dan minta pindah kamar. Jika demikian, rugilah hotel.
Konon lagi, butuh usaha ekstra untuk mengusir bau nikotin yang terlanjur nempel di sekujur kamar.
Ada satu pertanyaan lagi, bagaimana petugas hotel tahu tamu sedang ada pesta asap?
Kuncinya ada di benda sebesar asbak yang nemplok di langit-langit. Bukan untuk menampung abu rokok, tapi mendeteksi asap yang melayang di udara. Ketika terpicu, alarm akan berbunyi dan selanjutnya bisa ditebak, petugas hotel bergegas datang.
Dan mau ga mau, tamu harus membayar denda. Sulit untuk menghindar.
Jadi bisa disimpulkan, efek merokok di kamar hotel tak hanya ke paru-paru, tapi juga ke dompet.
Saya yang aslinya bukan perokok, tentu tak masalah.
Tapi tetap saja hati bertanya-tanya, mengapa demikian dahsyatnya denda sebatang rokok?
Usut punya usut, ternyata bau asap rokok di ruang ber AC kategori non smoking bisa kerasan. Akibatnya, tamu berikutnya bisa komplen dan minta pindah kamar. Jika demikian, rugilah hotel.
Konon lagi, butuh usaha ekstra untuk mengusir bau nikotin yang terlanjur nempel di sekujur kamar.
Ada satu pertanyaan lagi, bagaimana petugas hotel tahu tamu sedang ada pesta asap?
Kuncinya ada di benda sebesar asbak yang nemplok di langit-langit. Bukan untuk menampung abu rokok, tapi mendeteksi asap yang melayang di udara. Ketika terpicu, alarm akan berbunyi dan selanjutnya bisa ditebak, petugas hotel bergegas datang.
Dan mau ga mau, tamu harus membayar denda. Sulit untuk menghindar.
Jadi bisa disimpulkan, efek merokok di kamar hotel tak hanya ke paru-paru, tapi juga ke dompet.
Langganan:
Postingan (Atom)